BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
BIOGRAFI TALCOTT PARSONS
Talcott
Parsons dilahirkan di Colorado Springs pada tahun 1902. Ia berasal
dari latar belakang religius dan intelektual. Ayahnya seorang pendeta,
Profesor dan akhirnya menjadi rektor sebuah perguruan tinggi kecil. Pada
1920 Ia masuk ke Amherst College. Setelah itu, ia melanjutkan studi
pascasarjana di London School of Economics tahun 1924. Pada tahun 1925,
Parsons pindah ke Heidelberg, Jerman. Max Weber lama berkarier di
Heidelberg dan meski ia telah meninggal 5 tahun sebelum kedatangan
Parsons, pengaruh Weber tetap bertahan dan jandanya meneruskan
pertemuan-pertemuan di rumahnya, yang juga diikuti oleh Parsons. Parsons
sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan akhirnya menulis disertasinya
di Heidelberg, yang sebagian menjelaskan karya Weber.Pada tahun 1927, ia
menjadi instruktur dalam ekonomi di Amherst.
Sejak tahun 1927 hingga
wafat pada tahun 1979 ia berprofesi sebagai pengajar di Harvard,
Amerika Serikat. Pada 1937, ia mempublikasikan sebuah buku yang menjadi
dasar bagi teori-teorinya, yaitu buku “The Structure of Social Action”.
Sejak
tahun 1944, ia menjadi ketua jurusan sosiologi di Harvard, Amerika
Serikat. Pada tahun 1946, ia menjadi ketua jurusan hubungan sosial di
universitas tersebut. Pada tahun 1949, ia dipilih sebagai Presiden
Assosiasi Sosiologi Amerika. Dan pada tahun 1951, ia menjadi tokoh
dominant sosiologi Amerika seiring dengan terbitnya buku karyanya “The
Social System”.
Pada akhir 1960-an, Parsons mendapat serangan oleh
sayap radikal sosiologi Amerika karena ia dipandang konservatif (dalam
sikap politiknya maupun teori-teorinya). Selain itu teori-teorinya juga
dipandang hanya sebagai skema kategorisasi panjang-lebar.
Pada tahun
1980-an, teori-teorinya diminati diseluruh dunia. Menurut Holton dan
Turner (1986), karya-karya parsons memberikan kontribusi lebih besar
bagi teori sosiologi, daripada Marx, Weber maupun Durkheim. Selain itu,
ide-ide pemikiran Parsons maupun teori-teorinya, tidak hanya
mempengaruhi para pemikir konservatif namun juga teoretisi Neo-Marxian
(khususnya Jurgen Habermas).
Setelah kematian Parsons, sejumlah bekas
mahasiswanya, semuanya sosiolog sangat terkenal, merenungkan arti
pentingnya teorinya maupun pencipta teori itu sendiri. Dalam renungan
mereka, para sosiolog ini mengemukakan pengertian menarik tentang
Parsons dan karyanya. Beberapa pandangan selintas mengenai Parsons yang
direproduksi di sini bukan dimaksudkan untuk membuat gambaran yang masuk
akal, tetapi dimaksudkan untuk mengemukkan pandangan selintas yang
provokatif mengenai Parsons dan karya-karyanya.
BAB II
PEMIKIRAN
Sebagai
seorang sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan pendekatan
fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan
prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan
masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste
Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal tersebut di
ataslah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat
kompleks. Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu
bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para
anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai
kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut
dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam
suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan
kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling
ketergantungan.
Teori Fungsionalisme Struktural yang mempunyai latar
belakang kelahiran dengan mengasumsikan adanya kesamaan antara
kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial dan berpandangan
tentang adanya keteraturan dan keseimbangan dalam masyarakat tersebut
dikembangkan dan dipopulerkan oleh Talcott Parsons.
Tindakan Sosial dan Orientasi Subjektif
Teori
Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons dan dipengaruhi
oleh para sosiolog Eropa menyebabkan teorinya itu bersifat empiris,
positivistis dan ideal. Pandangannya tentang tindakan manusia itu
bersifat voluntaristik, artinya karena tindakan itu didasarkan pada
dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang
disepakati. Tindakan individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih
sarana (alat) dan tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh
lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang dipilih tersebut
dikendalikan oleh nilai dan norma.
Prinsip-prinsip pemikiran Talcott
Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan pada
tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang
unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut
diatur berkenaan dengan penentuan alat dan tujuan. Atau dengan kata
lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai kenyataan
sosial yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat,
tujuan, situasi, dan norma. Dengan demikian, dalam tindakan tersebut
dapat digambarkan yaitu individu sebagai pelaku dengan alat yang ada
akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga individu itu
dipengaruhi oleh kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang
akan dicapai, dengan bimbingan nilai dan ide serta norma. Perlu
diketahui bahwa selain hal-hal tersebut di atas, tindakan individu
manusia itu juga ditentukan oleh orientasi subjektifnya, yaitu berupa
orientasi motivasional dan orientasi nilai. Perlu diketahui pula bahwa
tindakan individu tersebut dalam realisasinya dapat berbagai macam
karena adanya unsur-unsur sebagaimana dikemukakan di atas.
Analisis Struktural Fungsional dan Diferensiasi Struktural
Sebagaimana
telah diuraikan di muka, bahwa Teori Fungsionalisme Struktural
beranggapan bahwa masyarakat itu merupakan sistem yang secara fungsional
terintegrasi ke dalam bentuk keseimbangan. Menurut Talcott Parsons
dinyatakan bahwa yang menjadi persyaratan fungsional dalam sistem di
masyarakat dapat dianalisis, baik yang menyangkut struktur maupun
tindakan sosial, adalah berupa perwujudan nilai dan penyesuaian dengan
lingkungan yang menuntut suatu konsekuensi adanya persyaratan
fungsional.
Perlu diketahui ada fungsi-fungsi tertentu yang harus
dipenuhi agar ada kelestarian sistem, yaitu adaptasi, pencapaian tujuan,
integrasi dan keadaan latent. Empat persyaratan fungsional yang
mendasar tersebut berlaku untuk semua sistem yang ada. Berkenaan hal
tersebut di atas, empat fungsi tersebut terpatri secara kokoh dalam
setiap dasar yang hidup pada seluruh tingkat organisme tingkat
perkembangan evolusioner.
Perlu diketahui bahwa sekalipun sejak
semula Talcott Parsons ingin membangun suatu teori yang besar, akan
tetapi akhirnya mengarah pada suatu kecenderungan yang tidak sesuai
dengan niatnya. Hal tersebut karena adanya penemuan-penemuan mengenai
hubungan-hubungan dan hal-hal baru, yaitu yang berupa perubahan perilaku
pergeseran prinsip keseimbangan yang bersifat dinamis yang menunjuk
pada sibernetika teori sistem yang umum. Dalam hal ini, dinyatakan bahwa
perkembangan masyarakat itu melewati empat proses perubahan struktural,
yaitu pembaharuan yang mengarah pada penyesuaian evolusinya Talcott
Parsons menghubungkannya dengan empat persyaratan fungsional di atas
untuk menganalisis proses perubahan.
Perlu diketahui bahwa sekalipun
Talcott Parsons telah berhasil membangun suatu teori yang besar untuk
mengadakan pendekatan dalam masyarakat, akan tetapi ia tidak luput dari
serangkaian kritikan, baik dari mantan muridnya Robert K. Merton,
ataupun sosiolog lain, yaitu George Homans, Williams Jr., dan Alvin
Gouldner.
BAB III
Teori Inti Dan Konsep-Konsep
FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSONS
Talcott
Parsons melahirkan teori fungsional tentang perubahan. Dalam teorinya,
Parsons menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat seperti halnya
pertumbuhan pada mahkluk hidup. Komponen utama pemikiran Parsons adalah
adanya proses diferensiasi. Parsons berpendapat bahwa setiap masyarakat
tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya
maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas.
Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh
dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan
hidupnya. Dapat dikatakan Parsons termasuk dalam golongan yang memandang
optimis sebuah proses perubahan.
Asumsi dasar dari Teori
Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat menjadi suatu kesatuan
atas dasar kesepakatan dari para anggotanya terhadap nilai-nilai
tertentu yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat
tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional
terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah
merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan
dan saling memiliki ketergantungan.
Teori Fungsionalisme Struktural
mempunyai latar belakang kelahiran dengan mengasumsikan adanya kesamaan
antara kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial dan
berpandangan tentang adanya keteraturan dan keseimbangan dalam
masyarakat.
Teori Fungsionalisme Struktural Parsons mengungkapkan
suatu keyakinan yang optimis terhadap perubahan dan kelangsungan suatu
sistem. Akan tetapi optimisme Parson itu dipengaruhi oleh keberhasilan
Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa kejayaan setelah
depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang
kelihatannya mencemaskan dan kemudian diikuti oleh pergantian dan
perkembangan lebih lanjut maka optimisme teori Parsons dianggap benar.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gouldner (1970: 142): ”untuk melihat
masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan jelas memiliki batas-batas
srukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah
tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal
kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita miliki”.
Teori struktural
fungsional mengansumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang
terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan.
Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat
meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem. Fokus utama dari berbagai
pemikir teori fungsionalisme adalah untuk mendefinisikan kegiatan yang
dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem sosial. Terdapat
beberapa bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus perhatian,
antara lain ; faktor individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi,
pembagian kerja dan nilai atau norma yang berlaku.
Pemikir
fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanan-tekanan
kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang
selalu berlangsung tidak sempurna. Artinya teori ini melihat adanya
ketidakseimbangan yang abadi yang akan berlangsung seperti sebuah siklus
untuk mewujudkan keseimbangan baru. Variabel yang menjadi perhatian
teori ini adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya. Penyebab
perubahan dapat berasal dari dalam maupun dari luar sistem sosial.
Gagasan-gagasan
inti dari fungsionalisme ialah perspektif holistis (bersifat
menyeluruh), yaitu sumbangan-sumbangan yang diberikan oleh bagian-bagian
demi tercapainya tujuan-tujuan dari keseluruhan, kontinuitas dan
keselarasan dan tata berlandaskan konsensus mengenai nilai-nilai
fundamental.
Teori fungsional ini menganut faham positivisme, yaitu
suatu ajaran yang menyatakan bahwa spesialisasi harus diganti dengan
pengujian pengalaman secara sistematis, sehingga dalam melakukan kajian
haruslah mengikuti aturan ilmu pengetahuan alam. Dengan demikian,
fenomena tidak didekati secara kategoris, berdasarkan tujuan membangun
ilmu dan bukan untuk tujuan praktis. Analisis teori fungsional bertujuan
menemukan hukum-hukum universal (generalisasi) dan bukan mencari
keunikan-keunikan (partikularitas). Dengan demikian, teori fungsional
berhadapan dengan cakupan populasi yang amat luas, sehingga tidak
mungkin mengambilnya secara keseluruhan sebagai sumber data. Sebagai
jalan keluarnya, agar dapat mengkaji realitas universal tersebut maka
diperlukan representasi dengan cara melakukan penarikan sejumlah sampel
yang mewakili. Dengan kata lain, keterwakilan (representatifitas)
menjadi sangat penting.Walaupun fungsionalisme struktural memiliki
banyak pemuka yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori,
akan tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah
merupakan suatu kajian tentang struktur-struktur sosial sebagai suatu
unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling terkait.
Pendekatan fungsionalisme-struktural dapat dikaji melalui anggapan -anggapan dasar berikut:
a. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
b. Hubungan saling mempengaruhi di antara bagian-bagian suatu sistem bersifat timbal balik
c.
Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapi dengan sempurna,
namun secara fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak kearah
keseimbangan yang bersifat dinamis.
d. Sistem sosial senantiasa berproses ke arah integrasi sekalipun terjadi ketegangan, disfungsi dan penyimpangan.
e.
Perubahan-perubahan dalam sistem sosial, terjadi secara gradual
(perlahan-lahan atau bertahap), melalui penyesuaian-penyesuaian dan
tidak secara revolusioner.
f. Faktor paling penting yang memiliki
daya integrasi suatu sistem sosial adalah konsensus atau mufakat di
antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan
tertentu.
Demi memudahkan kajian teori-teori yang digagas oleh
Parsons, Peter Hamilton berpendapat bahwa Teori Parsonian dapat dibagi
kedalam 3 fase:
Fase Permulaan. Fase ini berisi tahap-tahap
perkembangan atas teori Voluntaristik (segi Kemauan) dari tindakan
sosial dibandingkan dengan pandangan-pandangan sosiologi yang
positivistis, utilitarian, dan reduksionis.
Fase Kedua. Fase ini
berisi gerakannya untuk membebaskan diri dari kekengan teori tindakan
sosial yang mengambil arah fungsionalisme struktural ke dalam
pengembangan suatu teori tindakan kebutuhan-kebutuhan yang sangat
penting.
Fase Ketiga Fase ini terutama mengenai model sibernetik
(elektronik pengendali) dari sistem-sistem sosial dan kesibukannya
dengan masalah empiris dalam mendefinisikan dan menjelaskan perubahan
sosial.
Dari ketiga fase tersebut, dapat dinyatakan bahwa Parsons
telah melakukan tugas penting, yaitu: Ia mencoba untuk mendapatkan suatu
penerapan dari sebuah konsep yang memadai atas hubungan-hubungan antara
teori sosiologi dengan ekonomi. Ia juga mencari kesimpulan-kesimpulan
metodologis & epistemologis dari apa yang dinamakan sebagai konsep
sistem teoretis dalam ilmu sosial. Ia mencari basis-basis teoretis dan
metodologis dari gagasan tindakan sosial dalam pemikiran sosial.
Dalam
mengkategorikan tindakan atau menggolongkan tipe-tipe peranan dalam
sistem sosial, Parsons mengembangkan 5 buah skema yang dilihat sebagai
kerangka teoritis utama dalam analisa sistem sosial. 5 buah skema itu
adalah:
Affective versus Affective Neutrality, maksudnya dalam suatu
hubungan sosial, orang dapat bertindak untuk pemuasan Afeksi (kebutuhan
emosional) atau bertindak tanpa unsur tersebut (netral).
Self-orientation
versus Collective-orientation, maksudnya, dalam berhubungan,
orientasinya hanya pada dirinya sendiri atau mengejar kepentingan
pribadi. Sedangkan dalam hubungan yang berorientasi kolektif,
kepentingan tersebut didominasi oleh kelompok.
Universalism versus
Particularism, maksudnya, dalam hubungan yang universalistis, para
pelaku saling berhubungan menurut kriteria yang dapat diterapkan kepada
semua orang. Sedangkan dalam hubungan yang Partikularistis, digunakan
ukuran/kriteria tertentu.
Quality versus Performance, maksudnya
variable Quality ini menunjuk pada Ascribed Status (keanggotaan kelompok
berdasarkan kelahiran/bawaan lahir). Sedangkan Performance
(archievement) yang berarti prestasi yang mana merupakan apa yang telah
dicapai seseorang.
Specificity versus Diffusness, maksudnya dalam
hubungan yang spesifik, individu berhubungan dengan individu lain dalam
situasi terbatas .
4 FUNGSI IMPERATIF SISTEM TINDAKAN (AGIL)
Dalam
teori struktural fungsional Parsons ini, terdapat empat fungsi untuk
semua sistem tindakan. Suatu fungsi adalah kumpulan hal yang ditujukan
pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Secara
sederhana, fungsionalisme struktural adalah sebuah teori yang
pemahamannya tentang masyarakat didasarkan pada model sistem organik
dalam ilmu biologi. Artinya, fungsionalisme melihat masyarakat sebagai
sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling berhubungan satu dengan
lainnya. Satu bagian tidak bisa dipahami terpisah dari keseluruhan.
Dengan demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada beberapa
persyaratan atau kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah
sistem sosial bisa bertahan. Parsons kemudian mengembangkan apa yang
dikenal sebagai imperatif-imperatif fungsional agar sebuah sistem bisa
bertahan. Imperatif-imperatif tersebut adalah Adaptasi, Pencapaian
Tujuan, Integrasi, dan Latensi atau yang biasa disingkat AGIL
(Adaptation, Goal attainment, Integration, Latency).
1. Adaptation :
fungsi yang dimiliki oleh sebuah sistem untuk menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dari sistem tersebut. Contoh
konkritnya adalah pada saat revolusi industri terjadi perubahan dalam
pembuatan barang yang sebelumnya menggunakan tenaga manusia diganti
dengan penggunaan mesin uap, sehingga dapat lebih efektif dan efisien
dalam produksi barang. Maka dari itu industri-industri yang ada juga
harus mengadaptasikan dirinya dengan penggunaan mesin uap untuk dapat
bertahan dalam persaingan atau tidak mereka akan ketinggalan dan tidak
dapat bertahan menghadapi industri lain yang menggunakan mesin uap
tersebut.
2. Goal Attainment : fungsi yang dimiliki sebuah sistem
untuk dapat mendefinisikan dan mencapai tujuannya. Misalnya pada suatu
kelompok penelitian yang dibentuk pada suatu mata kuliah. Bila dalam
kelompok tersebut tidak dapat menentukan tujuannya maka kelompok
tersebut tidak akan dapat menjalankan fungsinya.
3. Integration :
fungsi yang dimiliki oleh sistem dalam rangka mengatur hubungan
bagian-bagian dalam komponen sistem tersebut dan aktor-aktor didalamnya.
Fungsi ini juga berperan dalam mengelola hubungan ketiga fungsi lainnya
dalam skema AGIL. Misalnya saja pada partai politik PKB, karena partai
ini tidak mempunyai integrasi yang cukup kuat maka terjadilah perpecahan
yang membuat kompone-komponen dalam sistem partai tersebut terbagi
menjadi dua kubu. Walaupun tetap dapat menjalankan sistemnya tetapi
tidak dapat mencapai suatu keseimbangan, sebagai bukti terjadi
pertentangan antara kedua kubu dalam memperebutkan kekuasaan yang sah
terhadap partai PKB.
4. Latency : fungsi yang dimiliki suatu sistem
untuk memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, pada tingkat individu
maupun pola-pola kultural. Contohnya bila dalam suatu perusahaan tidak
memiiki budaya organisasi untuk memelihara kinerja yang baik, bila tidak
maka kinerja pada perusahaan tersebut akan tidak stabil dan akan
menghasilkan pendapatan yang tidak stabil pula bagi perusahaan tersebut.
Sistem Kultural (Latency)
Sistem Sosial (Integration)
Organisme Perilaku (Adaptation)
Sistem Kepribadian (Goal Attainment)
Berdasarkan
skema AGIL di atas, dapat disimpulkan bahwa klasifikasi fungsi sistem
adalah sebagai Pemeliharaan Pola (sebagai alat internal), .Integrasi
(sebagai hasil internal), Pencapaian Tujuan (sebagai hasil eksternal),
Adaptasi (alat eksternal).
Adapun komponen dari sistem secara general
(umum) dari suatu aksi adalah: Keturunan & Lingkungan yang
merupakan kondisi akhir dari suatu aksi, Maksud & Tujuan, Nilai
Akhir, dan hubungan antara elemen dengan faktor normatif.
Asumsi Parsons terkait dengan tatanan sistem:
Sistem
memiliki bagian-bagian yang saling tergantung satu sama lain, sehingga
suatu sistem tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Sebagai contoh, sistem tindakan itu mendapat pengaruh maupun dapat
memberi pengaruh pada sistem kepribadian. Sistem cenderung menjadi
tatanan yang memelihara dirinya, dapat menjadi statis/mengalami proses
perubahan secara tertata. Sifat satu bagian sistem berdampak pada bagian
yang lain. Sistem memelihara batas dengan lingkungan mereka. Alokasi
& Integrasi adalah 2 proses fundamental bagi kondisi ekuilibrium
sistem. Sistem cenderung memelihara dirinya yang meliputi pemeliharaan
batas & hubungan bagian-bagian dengan keseluruhan, kontrol variasi
lingkungan, dan kontrol kecendrungan untuk mengubah sistem dari dalam.
Sistem harus terstruktur agar dapat menjaga kelangsungan hidupnya dan
juga harus harmonis dengan sistem lain. Sistem juga harus mendapat
dukungan yang diperlukan dari sistem lain, artinya suatu sistem tidak
dapat berdiri sendiri. Tetapi antara satu sistem dengan sistem lainnya
akan saling terkait. Sistem juga dituntut untuk mampu mengakomodasi para
aktornya secara proporsional (imbang), melahirkan partisipasi yang
memadai dari para aktornya, Mampu untuk mengendalikan perilaku yang
berpotensi mengganggu, dapat dikendalikan bila terjadi konflik atau
menimbulkan kekacauan dan memiliki bahasa dan aktor sosial.
Menurutnya
persyaratan kunci bagi terpeliharanya integrasi pola nilai dan norma ke
dalam sistem ialah dengan sosialisasi dan internalisasi. Pada proses
Sosialisasi yang sukses, nilai dan norma sistem sosial itu akan
diinternalisasikan. Artinya ialah nilai dan norma sistem sosial ini
menjadi bagian kesadaran dari aktor tersebut. Akibatnya ketika si aktor
sedang mengejar kepentingan mereka maka secara langsung dia juga sedang
mengejar kepentingan sistem sosialnya.
Sistem Tindakan
Dalam
sistem tindakan, Parsons melandaskan pada teori aksi ( the structure of
social action) yang menujun titik sentral konsep perilaku voluntaristik.
Dalam konsep ini dijelaskan bahwa Individu memiliki kemampuan untuk
menentukan cara & alat dari berbagai alternative yang ada untuk
mencapai suatu tujuan.
Sistem Tindakan berdasarkan Orientasi Motivasi:
1.
Kognitif (merujuk pada definisi seorang aktor tentang situasi dalam
terminologi kepentingannya, yang didorong oleh apa yang diketahui oleh
obyek ).
2. Katektik (pengujian seorang aktor untuk kepuasannya yang seringkali merupakan tanggapan atas obyek).
3.
Evaluatif (merujuk pada pilihan sang aktor dan tatanan dari
alternatifnya yang dilakukan dengan cara dimana obyek dininlai dan
diurutkan satu sama lain agar saling menyerang).
2. Sistem Sosial
Sistem
sosial terdiri dari beragam aktor individual yang saling berinteraksi
dalam situasi yang setidaknya memiliki aspek fisik/lingkungan, aktor
yang termotivasi kearah “optimisasi kepuasan”, dan hubungan dengan
situasi mereka, termasuk hubungan satu sama lain, didefinisikan dan
diperantarai dalam bentuk simbol yang terstruktur secara kultural dan
dimiliki bersama.
Sistem sosial dibentuk oleh norma, kepercayaan,
nilai-nilai yang diorganisasikan dan dapat diukur sebagai keleompok yang
terpola dari peran-peran sosial yang berjalan baik.
Prasyarat fungsional bagi sistem sosial:
Terstruktur, dapat beroperasi dengan baik bersama sistem lain.
Didukung sebelumnya oleh sistem lain, agar dapat bertahan hidup.
Signifikan memenuhi proporsi kebutuhan aktor-aktornya.
Menimbulkan partisipasi yang memadai dari anggotanya.
Memiliki kontrol minimum terhadap perilaku yang berpotensi merusak.
Mmerlukan bahasa agar bertahan hidup.
Batasan-batasan dari sistem sosial:
a. Sistem sosial merupakan jaringan hubungan-hubungan antar aktor atau jaringan hubungan interaktif.
b. Sistem sosial menyediakan kerangka konseptual untuk menghubungkan tindakan individu dalam situasi yang bervariasi.
c.
Pandangan Aktor tentang alat & tujuan didapat pada situasi yang
dibentuk oleh kepercayaan, norma & nilai yang diorganisasikan dalam
harapan peran
d. Aktor tidak menghadapi situasi sebagai individu,
tetapi sebagai posisi dalam peran sosial yang menyediakan perilaku yang
sesuai dan juga berhubungan dengan peran-peran sosial lain (Timasheff
& Theodorson, 1976:254).
3.Aktor dari Sistem Sosial
Proses
internalisasi & sosialisasi merupakan hal terpenting dalam
integrasi.Biasanya aktor adalah penerima pasif dalam proses sosialisasi.
Sosialisasi harus terus menerus dilengkapi dalam siklus kehidupan
dengan serangkaian pengalaman sosialisasi yang lebih
spesifik.Sosialisasi & Kontrol sosial adalah mekanisme utama yang
memungkinkan sistem sosial mempertahankan ekuilibriumnya.
4. Masyarakat
Masyarakat
merupakan sistem sosial yang paling spesifik & penting, yaitu
sebuah kolektivitas yang relatif mandiri, anggotanya mampu memenuhi
kebutuhan individual & kolektif, dan sepenuhnya hidup dalam kerangka
kerja kolektif. Contoh Sub sistem masyarakat: ekonomi, politik.
5. Sistem Kultural (kebudayaan)
Kebudayaan
adalah kekuatan utama yang mengikat berbagai elemen dunia sosial atau
sistem simbol yang terpola, tertata, yang merupakan sasaran orientasi
aktor, aspek sistem kepribadian yang diinternalisasikan dan pola-pola
yang terlembagakan dalam sistem sosial. Dalam sistem sosial, kebudayaan
menubuh dalam norma dan nilai, sedangkan dalam sistem kepribadian,
kebudayaan ditanamkan kepada individu oleh aktor kedalam dirinya.
Sistem
kebudayaan juga dapat dikatakan sebagai aspek tindakan yang
mengorganisasikan karakteristik dan urgensi yang membentuk sistem yang
stabil. Contoh dari sistem kultural diantaranya adalah: klen (marga).
6. Sistem Kepribadian
Kepribadian
adalah organisasi sistem orientasi & motivasi tindakan aktor
individual. Komponen dasar kepribadian: kebutuhan-disposisi, yaitu
sebagai unit paling signifikan dari motivasi tindakan. Cara Parsons
mengaitkan kepribadian dengan sistem sosial: pertama, aktor harus
belajar melihat dirinya dengan cara yang sesuai dengan status mereka
dalam masyarakat. Kedua, harapan-harapan peran melekat pada setiap peran
yang dimainkan oleh aktor individu. Lalu terjadi pembelajaran disiplin
diri, internalisasi orientasi nilai, identifikasi, dsb.
7. Organisme Behavioral
Meskipun
memasukan organisme behavioral dalam salah satu sistem tindakan,
Parsons tidak begitu detil membahasnya. Organisme behavioral dalam karya
Parsons merupakan sistem bekas dan merupakan sumber energi bagi seluruh
sistem. Sistem ini kemudia berubah nama menjadi “sistem perilaku”.
8. Perubahan dan Dinamika Teori Parsonsian
Berdasarkan
karya-karya Parsons, seperti empat sistem tindakan dan imperatif
fungsional mengundang tuduhan bahwa ia menawarkan teori struktural yang
tidak mampu menangani perubahan sosial. Hal ini dikarenakan, ia peka
terhadap perubahan sosial, namun ia berpendapat bahwa meskipun studi
perubahan diperlukan, tapi itu harus didahului dengan studi tentang
struktur.
9. Teori Evolusi
Dalam membahas perubahan sosial,
terdapat pradigma perubahan evolusioner. Dalam paradigma tersebut
terdapat beberapa komponen, yaitu: Proses Differensiasi dan Integrasi.
Dalam hal ini dijelaskan bahwa masyarakat mengalami evolusi &
pertumbuhan sehingga menjadi semakin mampu untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya. Evolusi tersebut berlangsung melalui berbagai siklus
(tahap) yaitu, tahap primitif, pertengahan dan modern.
10. Media Pertukaran yang Digeneralisasi
adalah
media yang beredar diantara keempat sistem tersebut, yang mana
eksistensi dan gerakannya mendinamiskan sebagian besar analisis
struktural Parsons. Contoh model media ini dapat berupa uang ( sebagai
media pertukaran dalam bidang ekonomi), jabatan (sebagai media prtukaran
dalam bidang politik).
BAB IV
EVALUASI TEORI
Evaluasi dan Kritikan Terhadap Fungsional Struktural Talcott Parson:
a)
Barber (1993,1994) menyatakan,bahwa meski ada kekacauan terminologi
dalam karya Parsons,namun gagasan sistem harus dibatasi pengertiannya
pada sistem total seperti masyarakat.
b) Alexander dan Smith
(2001:139) mendeskripsikan Parson sebagai”kultural yang kurang
mencukupi”,kekurangan”deskripsi kultur yang tebal”.
c) A.
Baldwin (1961:186) menyatakan,Kiranya adil untuk mengatakan bahwa
Parsons dalam teorinya gagal membekali kepribadian dengan seperangkat
ciri atau mekanisme yang masuk akal selain disposisi kebutuhan,dan
menimbulkan kesulitan bagi dirinya sendiri karena tak membekali
kepribadian dengan karakteristik dan jenis mekanisme lain yang berbeda ,
yang memungkinkan sistem kepribadian itu mampu berfungsi. Baldwin
memberikan komentar tambahan mengenai sistem kepribadian Parsons dengan
menyatakan bahwa ketika Parson menganalis sistem kepribadian itu,ia
sebenarnya tidak tertarik dengan analisis itu:”Bahkan ketika Parsons
sedang menulis bab tentang struktus kepribadian, ia justru lebih banyak
berbicara tentang sistem sosial ketimbang tentang sistem
kepribadian”(1961:180).
d) Abraham,1978; P.Cohen,1968; Mills,
1959; Turner dan Maryanski,1979, Menyatakan ,Fungsionalis struktural
juga diserang karena dianggap tidak mampu menjelaskan proses perubahan
sosial secara efektif.Kalau kecaman terdahulu tertujupada ketidakmampuan
fungsionalisme struktural untuk menjelaskan masa lalu,kritik yang satu
ini tertuju pada ketidakmampuan fungsionalisme struktural menerangkan
proses perubahan sosial yang terjadi di masa kini.
e) Percy
Cohen (1968),melihat masalahnya terletak pada teori struktural
fungsional, yang memandang semua unsur suatu masyarakat saling
menguatkan satu sama lain, dan sistem sebagai satu kesatuan. Inilah yang
menyebabkan sulit melihat bahwa beberapa unsur-unsur itu dapat pula
menyumbangkan terhadap perubahan.
f) Abraham,1978;
P.Cohen,1968; Gouldner,1970; Horowitz,1962/1967, Mills, 1959; Turner dan
Maryanski,1979,: Kritikan keras yang sering ditujukan terhadap
fungsionalisme struktural adalah ketidakmampuan teori itu menjelaskan
konflik secara efektif.
g) Alvin Gouldner ,menyatakan bahwa
Parsons sebagai tokoh utama fungsionalisme struktural terlalu menekankan
keharmonisan antarhubungan.
h) Irving Louis Horowitz
berpendapat, fungsionalime struktural cenderung melihat konflik sebagai
sesuatu yang bersifat merusak dan terjadi di luar kerangka kehidupan
bermasyarakat.
i) Gouldner,1970;
Harre,2002,Horowitz,1962/1967; Mills, 1959 : dalam menekankan pada
faktor kultural, fungsionalis struktural cenderung keliru, mengira
kekuasaan yang digunakan elite dalam masyarakat sebagai realitas sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Tri Haryana, Agung & Sujatmiko, Eko. Kamus Sosiologi. 2012. Surakarta : Aksara Sinergi Media..
Ritzer
George & Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern; Edisi
Keenam, Diterjemahkan oleh Alimandan. Kencana. Jakarta.Kencana Prenada
Media Group.
Veeger M.A, K.J. Realitas Sosial.1985. Jakarta: PT. Gramedia. Halm: 199-206.
Wulansari,SH., MH., SE., MM, Dewi. 2009. Sosiologi Konsep Dan Teori. Bandung: PT. Refika Aditama.
makasih atas perkongsiannya.
BalasHapus